20 Agustus 2013

Bendera Duplikat Itu Juga Sudah Jadi "PUSAKA"

Karena dikibarkan di tiang 17 istana merdeka setiap upacara 17 Agsutus, bendera pusaka yang usianya sudah sangat tua mulai robek di keempat sudutnya. Pada bulan Agustus 1968 Husein Mutahar sudah diberitahu oleh Presiden Soeharto tentang rencana pembuatan duplikat bendera pusaka. Tapi ia mengusulkan agar penggantian dilakukan pada tahun berikutnya 1969, karena bendera pusaka harus tetap dikibarkan saat Soeharto memulai jabatan Presiden RI.
Pada tahun 1969 pembuatan bendera duplikat pusaka disetujui. Dalam usulannya Mutahar meminta agar duplikat bendera pusaka dibuat dengan memenuhi ketiga syarat yaitu :
  • Bahannya dibuat dari sutera alam
  • Zat pewarna dan alat tenunnya asli Indonesia
  • Kain ditenun tanpa jahitan antara merah dan putihnya
Sayang gagasan itu tidak semuanya terpenuhi karena keterbatasan yang ada. Pembuatan duplikat bendera pusaka itu memang terlaksana dan dikerjakan oleh Balai Penelitian Teksktil Bandung dibantu PT Ratna di Ciawi Bogor. Syarat yang ditentukan Mutahar tidak terlaksana karena bahan pewarna asli dari Indonesia tidak ada yang memenuhi standar warna merah bendera. Sementara penenunan dengan alat tenun asli bukan mesin akan memerlukan waktu yang lama, sedangkan bendera duplikat yang akan dibuat dalam jumlah yang cukup banyak. Duplikat akhirnya dibuat dengan bahan sutera, namun menggunakan bahan pewarna impor dan ditenun dengan mesin. Dan kemudian dibagikan ke seluruh provinsi dan kabupaten/kota serta perwakilan Indonesia di luar negeri pada 5 Agustus 1969. 
 
Presiden Soeharto sedang membagikan duplikat bendera pusaka
pada tanggal 5 Agustus 1969

Namun untuk pengibaran pada tanggal 17 Agustus 1969 di istana Merdeka sebelumnya telah dibuat bendera pusaka lain dengan bahan yang tersedia dari kain wool yang berwarna merah dan putih kekuning-kuningan. Karena lebar kainnya hanya 50 cm setiap bagian merah dan putih bendera itu terdiri dari masing-masing tiga potongan memanjang. Seluruh potongan itu disatukan dengan mesin jahit dan pada salah satu bagian pinggirnya dipasangi sepotong tali tambat. Pemasangannya di tali tiang tidak satu persatu seperti pada bendera duplikat yang dibuat oleh Balai Penelitian Tekstil, tapi cukup diikatkan pada kedua ujung tali tambatnya.
Ketidaksamaan bentuk tali pengikat antara duplikat bendera pusaka di istana Merdeka dengan duplikat-duplikat bendera pusaka yang dibagikan ke daerah-daerah seringkali menimbulkan masalah. Dalam pngibaran bendera pusaka di daerah terjadi ketidakpraktisan saat mengikat tali tambat yang jumlahnya banyak. Hal itu sering membuat waktu yang dibutuhkan untuk mengikat menjadi sangat lama. Belum lagi kemungkinan terjadi kesalahan sehingga bendera berbelit sewaktu dibentang sebelum dinaikkan.
Pada tahun 1984, setelah dikibarkan di istana Merdeka setiap tanggal 17 Agustus selama 15 kali, bendera duplikat yang terbuat dari kain wool itupun sudah terlihat renta. Mutahar yang menonton upacara pengibaran bendera oleh Paskibraka melalui pesawat televisi tiba-tiba dikejutkan dengan celetukan salah seorang cucunya, ”Eyang, kok benderanya sudah tua, apa nggak robek kalau ketiup angin?” tanya sang cucu. ”Masya Allah, aku baru sadar kalau ternyata bendera itu sudah berusia 15 tahun
, maka siang itu juga saya mengetik surat ditujukan kepada pak Harto yang isinya mengingatkan Beliau bahwa bendera duplikat yang dikibarkan di istana sudah waktunya pensiun dan harus dibuat duplikat yang baru.” papar Mutahar.
Ternyata pak Harto membaca surat itu dan memenuhi permintaan Mutahar.
Allah Maha Besar karena suratku diperhatikan pak Harto” kenang Mutahar. Maka pada tahun 1985 bendera duplikat kedua mulai dikibarkan sementara bendera duplikat pertama yang terbuat dari kain wool kini disimpan di Taman Mini Indonesia Indah. Sebagai tambahan, bendera Pusaka buatan ibu Fatmawati disimpan di ruang bawah tanah Monumen Nasional (Monas).


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar