Dalam dunia militer di Indonesia, selain kekuatan per matra, seperti TNI AD, TNI AL dan TNI AU, ada juga yang namanya Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Paspampres sendiri merupakan gabungan dari prajurit TNI dari TNI AD, TNI AL dan TNI AU yang bertugas sebagai pasukan pengamanan presiden.
Tugas Pokok
Paspampres bertugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat dan dimanapun berada kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, dan Tamu Negara setingkat Kepala Negara/Pemerintahan beserta keluarganya, serta tugas protokoler khusus pada upacara-upacara kenegaraan yang dilakukan baik di lingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar linngkungan Istana Kepresidenan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
Fungsi
- Melakukan pengamanan pribadi terhadap VVIP meliputi segala usaha untuk menjamin keselamatan VVIP dari setiap ancaman bahaya langsung.
- Melakukan pengamanan instalasi yang meliputi pengamanan personel, materi, dan seluruh fasilitas di lingkungan yang digunakan VVIP.
- Melakukan pengamanan penyelamatan VVIP yang terencana, demi melindungi serta menyelamatkan jiwa VVIP dari ancaman yang kemungkinan terjadi setiap saat.
- Melakukan pengamanan langsung jarak dekat dalam perjalanan VVIP dari segala bentuk ancaman.
- Melakukan pengamanan terhadap makanan dan medis VVIP, guna melindungi VVIP dari bahaya yang dapat timbul melalui makanan, minuman, obat-obatan dan benda-benda lainnnya.
- Menyelenggarakan acara protokoler khusus yang meliputi jajar kehormatan, pasukan upacara dan iringan musik pada upacara-upacara kenegaraan.
Sejarah
1. Awal Kelahiran Paspampres
Pasukan Pengamanan Presiden (PASPAMPRES) hadir hampir bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sebagaimana hal yang sama terjadi dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, para pemuda pejuang tergerak untuk mengambil peranan mengamankan Presiden. Para pemuda tersebut terdiri dari kesatuan Tokomu Kosaku Tai, yang berperan sebagai pengawal pribadi, dan para pemuda mantan anggota kesatuan Peta (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana.
Situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan. Di beberapa daerah terjadi pertempuran sebagai respon atas keinginan penjajah Belanda, yang disokong oleh bantuan tentara sekutu, untuk menduduki kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia . Situasi semakin berbahaya ketika keselamatan Presiden mulai terancam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda pada tanggal 3 Januari 1946. Mengingat kekuatan bersenjata Belanda yang semakin besar dan terpusat di Jakarta, serta pertimbangan intelijen RI saat itu yang memerkirakan adanya keinginan Belanda untuk menyandera Presiden RI dan Wakil Presiden RI, maka Mr Pringgodigdo selaku Sekertaris Negara mengeluarkan perintah untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan nasional. Operasi ini kemudian dikenal dengan istilah “Hijrah ke Yogyakarta”. Pada pelaksanaan penyelamatan ini telah ditampilkan kerjasama unsur – unsur pengamanan Presiden RI yang terdiri dari beberapa kelompok pejuang. Mulai dari kelompok yang menyiapkan Kereta Api Luar Biasa (KLB), pengamankan rute Jakarta – Yogyakarta, hingga penyelenggaraan pengamanan di titk keberangkatan yang terletak di belakang kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.
Secara rahasia KLB ini diberangkatkan pada tanggal 3 Januari 1946 sore hari menjelang senja. Keesokan harinya tanggal 4 Januari 1946, KLB tiba di Yogyakarta. Setibanya di Yogyakarta Presiden RI menetap di bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan Malioboro (depan benteng Vredenburg). Sedangkan Wakil Presiden RI bertempat tinggal di Jalan Reksobayan no. 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan operasi penyelamatan saat itu, telah terjadi kerja sama antara kelompok pengamanan yang terdiri dari unsur TNI dan Polri. Untuk mengenang keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Paspampres.
2. Resimen Tjakrabirawa
Sejarah mencatat bahwa telah terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang berhasil di cegah dan digagalkan, antara lain yakni, peristiwa perebutan kekuasaan tanggal 3 Juli 1946, peristiwa granat Cikini tanggal 30 November 1957, peristiwa MIG-15 “Maukar” tanggal 9 Maret 1960, peristiwa pelemparan granat di Jalan Cendrawasih tanggal 7 Januari 1962 dan peristiwa penembakan pada saat Idul Adha di halaman Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962.
Mempertimbangkan dan mengantisipasi keadaan yang demikian mengkhawatirkan terhadap keselamatan Presiden tersebut, dan atas usul Menkohankam/KASAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata) pada saat itu Jenderal A.H Nasution, maka Presiden membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya. Pasukan khusus tersebut dikenal dengan RESIMEN TJAKRABIRAWA. Nama Tjakrabirawa diambil dari nama senjata pamungkas milik Batara Kresna yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua kejahatan.
Selanjutnya bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1962 dibentuklah kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa dengan Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962. Resimen Tjakrabirawa dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan pengamanan. Pada awalnya resimen Tjakrabirawa hanya terdiri dari Detasemen Kawal Pribadi (DKP), yang saat itu dibawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjoyo, menjadi satuan yang anggotanya dipilih dari anggota – anggota terbaik dari empat angkatan yaitu, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang masing – masing angkatan terdiri dari satu batalyon. Resimen Tjakrabirawa pada saat itu dipimpin oleh Komandan Brigadir Jenderal Moh. Sabur dengan wakilnya yakni, Kolonel Cpm Maulwi Saelan.
Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa disebutkan dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja” kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963. Dengan telah diresmikannya Resimen Tjakrabirawa oleh Presiden Soekarno, beberapa bulan kemudian diterbitkan surat Keputusan Presiden yang bertujuan mengatur keberadaan satuan khusus Tjakrabirawa.
Selanjutnya bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1962 dibentuklah kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa dengan Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962. Resimen Tjakrabirawa dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan pengamanan. Pada awalnya resimen Tjakrabirawa hanya terdiri dari Detasemen Kawal Pribadi (DKP), yang saat itu dibawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjoyo, menjadi satuan yang anggotanya dipilih dari anggota – anggota terbaik dari empat angkatan yaitu, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang masing – masing angkatan terdiri dari satu batalyon. Resimen Tjakrabirawa pada saat itu dipimpin oleh Komandan Brigadir Jenderal Moh. Sabur dengan wakilnya yakni, Kolonel Cpm Maulwi Saelan.
Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa disebutkan dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja” kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963. Dengan telah diresmikannya Resimen Tjakrabirawa oleh Presiden Soekarno, beberapa bulan kemudian diterbitkan surat Keputusan Presiden yang bertujuan mengatur keberadaan satuan khusus Tjakrabirawa.
Diantara isi surat Keputusan Presiden tersebut adalah sebagai berikut :
- Surat Keputusan Presiden Nomor 262/PLT/1962 tanggal 13 Agustus 1962 yang mengatur tentang penggunaan pakaian seragam untuk Resimen Tjakrabirawa.
- Surat Keputusan Presiden Nomor 01/PLT/1963 tanggal 06 Februari 1963 yang mengatur tentang bentuk dan susunan organisasi Resimen Tjakrabirawa serta dalam lampirannya mencakup tentang organisasi dan tugas Resimen Tjakrabirawa.
Setelah tiga tahun bertugas, Tjakrabirawa sebagai Resimen Khusus yang bertugas melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap diri Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya berakhir pada tanggal 28 Maret 1966. Kesatuan ini dilikuidasi berdasarkan surat perintah Menteri Panglima Angkatan Darat nomor Sprint/75/III/1966 karena proses pekembangan
3. Satgas Pomad
Sekitar akhir tahun 1965, keadaan politik di Indonesia sedang mengalami pembenahan secara menyeluruh. Krisis politik terjadi dialami merupakan akibat lebih lanjut dari meletusnya peristiwa G30S/PKI. Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN.75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966, yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigjen TNI Sudirgo), maka dilaksanakannyalah serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polis Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer dengan serta merta mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor : Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) yang menunjuk Letkol Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para.
Batalyon I Pomad Para berkedudukan di Jalan Tanah Abang II Jakarta Pusat yang dulunya digunakan sebagai Markas serta Asrama Resimen Tjakrabirawa. Tugas pokok Batalyon I Pomad Para yakni, Melaksanakan pengawalan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta Tamu Asing setingkat Kepala Negara, melaksankan pengawalan Istana Merdeka Utara, Istana Merdeka Selatan serta kediaman resmi Presiden dan Wakil Presiden.
3. Satgas Pomad
Sekitar akhir tahun 1965, keadaan politik di Indonesia sedang mengalami pembenahan secara menyeluruh. Krisis politik terjadi dialami merupakan akibat lebih lanjut dari meletusnya peristiwa G30S/PKI. Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN.75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966, yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigjen TNI Sudirgo), maka dilaksanakannyalah serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polis Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer dengan serta merta mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor : Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) yang menunjuk Letkol Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para.
Satgas Pomad Para yang berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer terdiri dari Batalyon Pomad Para sebagai inti, dibantu Denkav Serbu, Denzipur dan Korps Musik dari Kodam V Jakarta Raya, Batalyon II PGT (Pasukan Gerak Tjepat) Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta batalyon Infanteri 531/Para Raiders yang kemudian diganti oleh Batalyon Infanteri 519/Raider Para, yang keduanya berasal dari Kodam VIII Brawijaya.
Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana Negara, serta melaksanakan tugas – tugas protokoler kenegaraan, Satgas Pomad Para berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri dari dua Batalyon Pomad, satu Batalyon Infanteri Para Raider, serta satu Detasemen Kaveleri Panser. Batalyon I Pomad Para berkedudukan di Jalan Tanah Abang II Jakarta Pusat yang dulunya digunakan sebagai Markas serta Asrama Resimen Tjakrabirawa. Tugas pokok Batalyon I Pomad Para yakni, Melaksanakan pengawalan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta Tamu Asing setingkat Kepala Negara, melaksankan pengawalan Istana Merdeka Utara, Istana Merdeka Selatan serta kediaman resmi Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk Batalyon II Pomad Para berkedudukan di Ciluer – Bogor yang sebelumnya digunakan sebagai asrama Batalyon I Pomad Para. Tugas Batalyon II Pomad Para yang berkedudukan di Ciluer, bertugas melaksanakan pengawalan Istana Bogor, Istana Cipanas, serta membantu Batalyon I Pomad Para dalam melaksanakan tugas pokoknya. Batalyon Kaveleri Serbu Kodam V Jaya tetap di BP kan ke Satgas Pomad, sedangkan Batalyon 531/Para Raiders selanjutnya ditarik kembali ke Kodam Brawijaya untuk bertugas dilingkungan angkatan Darat.
Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkungan TNI-AD, Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor : KEP-681/VI/1967, berisi tentang penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah kendali Menteri /Panglima Angkatan Darat.
Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkungan TNI-AD, Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor : KEP-681/VI/1967, berisi tentang penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah kendali Menteri /Panglima Angkatan Darat.
4. Paswalpres
Presiden RI Jenderal TNI Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang saat itu di bawah kendali Markas Besar ABRI pun ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 . Surat perintah tersebut berisi pokok – pokok organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES). Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu, Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas – tugas protokoler khusus pada upacara – upacara kenegaraan.
Organisasi Paswalpres diatur secara rinci dalam surat perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976, yang terdiri dari beberapa unsur, antara lain : Unsur Pimpinan, Unsur Pembantu Pimpinan dan Unsur Pelayan.
Staf Unsur Pelaksanaan, yang terdiri dari :
5. Paspampres
Staf Unsur Pelaksanaan, yang terdiri dari :
- Detasemen Pengamanan Khusus (Denpamsus) yang bertugas sehari – hari melakukan pengamanan fisik secara langsung terhadap Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. Detasemen Pengamanan Khusus terdiri dari : Kelompok Komando (Pokko), Kompi Kawal Pribadi (Ki Walpri), Kompi Pengamanan Khusus (Ki Pam Sus), Peleton Penyingkiran (Ton Kiran).
- Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg) dinamakan Yonwalprotneg adalah satuan Polisi Militer yang langsung di Bawah Perintahkan kepada Paswalpres.
5. Paspampres
Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988, maka ditetapkan bahwa Paswalpres masuk dalam struktur organisasi Bais TNI. Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada pengawalan, dikarenakan mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan obyek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden).
Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi dibawah Badan Intelejen ABRI, akan tetapi dibawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun diluar.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/I/2010 tanggal 20 Januari 2010, organisasi Paspampres disempurnakan dengan komposisi sebagai berikut :
Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi dibawah Badan Intelejen ABRI, akan tetapi dibawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun diluar.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/I/2010 tanggal 20 Januari 2010, organisasi Paspampres disempurnakan dengan komposisi sebagai berikut :
- Unsur Pimpinan Komandan dan Wakil Komandan.
- Unsur Pembantu Pimpinan terdiri dari Inspektorat, Staf Perencanaan, Staf Intelejen , Staf Operasi, Staf Personel dan Staf Logistik.
- Unsur pelayanan terdiri dari Pekas, Sekretariat dan Detasemen Markas.
- Unsur Badan pelaksana terdiri dari Densi, Denkomlek, Denkes, Denpal, Denbekang dan Pusdalops.
- Unsur pelaksana terdiri dari :
- Grup A, berkekuatan 4 detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Presiden RI beserta keluarganya.
- Grup B, berkekuatan 4 detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Wakil Presiden RI beserta keluarganya.
- Grup C, berkekuatan 2 detasemen melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap tamu negara dan keluarganya, serta 1 detasemen latihan bertugas melatih dan membina kemampuan personel Paspampres.
- Batalyon Pengawal dan Protokoler Kenegaraan.
- Skuadron Kavaleri Panser.
- Detasemen Musik (Densik).
Arti Lambang
Pada tanggal 17 Maret 1995, berdasarkan Surat keputusan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Jenderal TNI Faisal Tanjung Nomor : Skep/157/III/1995 tentang pengesahan berlakunya Pataka Paspampres Setia Waspada, maka lambang satuan Paspampres adalah “SETIA WASPADA” dengan gambar lambang Negara Bhineka Tunggal Ika yang berlatar belakang perisai merah putih dan dilingkari oleh padi dan kapas.
PADI DAN KAPAS
Padi terdiri dari 66 butir, kapas terdiri dari 23 buah dan pengikat keduanya terdiri dari 3 ikatan, yang melambangkan 23 Maret 1966 sebagai hari terbentuknya Satgas Pomad Para cikal bakal organisasi Paspampres .
PERISAI MERAH DAN PUTIH
Mencerminkan tugas pokok Paspampres sebagai pengaman Kepala Negara, yaitu sebagai benteng pertahanan terakhir bagi keselamatan Kepala Negara, senantiasa berpegang teguh pada keberanian yang dilandasi ketulusan dan kesucian jiwa dalam melaksanakan tugas . lima sudut/sisi pada perisai mencerminkan butir-butir Sumpah Prajurit.
GARUDA PANCASILA
Garuda Pancasila adalah lambang Negara Republik Indonesia. Tugas mengamankan Kepala Negara adalah identik dengan mengamankan kedaulatan Bangsa dan Negara.
SETIA WASPADA
Tulisan pada pita warna kuning emas bermakna bahwa Prajurit Paspampres adalah Prajurit yang senantiasa setia kepada tugasnya, setia kepada Pancasila dan Sapta Marga serta setia kepada Bangsa dan Negara Republik Indonesia dengan memelihara tingkat kewaspadaan yang tinggi. Sedangkan pita mencerminkan ikatan jiwa korsa yang selalu dijaga.
WARNA MERAH
Melambangkan keberanian. Berani dalam setiap tindakan dengan didasarkan pada keyakinan akan kebenaran tugas yang dilaksanakan dan dilandasi jiwa pengabdian yang suci dan tulus ikhlas.
WARNA KUNING
Melambangkan keagungan. Tugas yang diemban oleh Paspampres adalah tugas yang suci dan agung. Warna kuning juga melambangkan kemakmuran. Makmur dan damai merupakan idaman setiap bangsa yang senantiasa harus dipertahankan.
WARNA HITAM
Melambangkan keabadian. Tiada lekang oleh teriknya matahari, tak goyah oleh dahsyatnya badai, dan tak luntur oleh ganasnya ombak samudra.
Pejabat Paspampres
Pada tanggal 17 Maret 1995, berdasarkan Surat keputusan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Jenderal TNI Faisal Tanjung Nomor : Skep/157/III/1995 tentang pengesahan berlakunya Pataka Paspampres Setia Waspada, maka lambang satuan Paspampres adalah “SETIA WASPADA” dengan gambar lambang Negara Bhineka Tunggal Ika yang berlatar belakang perisai merah putih dan dilingkari oleh padi dan kapas.
PADI DAN KAPAS
Padi terdiri dari 66 butir, kapas terdiri dari 23 buah dan pengikat keduanya terdiri dari 3 ikatan, yang melambangkan 23 Maret 1966 sebagai hari terbentuknya Satgas Pomad Para cikal bakal organisasi Paspampres .
PERISAI MERAH DAN PUTIH
Mencerminkan tugas pokok Paspampres sebagai pengaman Kepala Negara, yaitu sebagai benteng pertahanan terakhir bagi keselamatan Kepala Negara, senantiasa berpegang teguh pada keberanian yang dilandasi ketulusan dan kesucian jiwa dalam melaksanakan tugas . lima sudut/sisi pada perisai mencerminkan butir-butir Sumpah Prajurit.
GARUDA PANCASILA
Garuda Pancasila adalah lambang Negara Republik Indonesia. Tugas mengamankan Kepala Negara adalah identik dengan mengamankan kedaulatan Bangsa dan Negara.
SETIA WASPADA
Tulisan pada pita warna kuning emas bermakna bahwa Prajurit Paspampres adalah Prajurit yang senantiasa setia kepada tugasnya, setia kepada Pancasila dan Sapta Marga serta setia kepada Bangsa dan Negara Republik Indonesia dengan memelihara tingkat kewaspadaan yang tinggi. Sedangkan pita mencerminkan ikatan jiwa korsa yang selalu dijaga.
WARNA MERAH
Melambangkan keberanian. Berani dalam setiap tindakan dengan didasarkan pada keyakinan akan kebenaran tugas yang dilaksanakan dan dilandasi jiwa pengabdian yang suci dan tulus ikhlas.
WARNA KUNING
Melambangkan keagungan. Tugas yang diemban oleh Paspampres adalah tugas yang suci dan agung. Warna kuning juga melambangkan kemakmuran. Makmur dan damai merupakan idaman setiap bangsa yang senantiasa harus dipertahankan.
WARNA HITAM
Melambangkan keabadian. Tiada lekang oleh teriknya matahari, tak goyah oleh dahsyatnya badai, dan tak luntur oleh ganasnya ombak samudra.
Pejabat Paspampres
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar