2 Juli 2013

Mengenal Baju Sadariah dan Kebaya Encim Lebih Dekat

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mewajibkan seluruh Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenakan busana Betawi setiap hari Jumat.
Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Instruksi Gubernur 6/2013 tentang penggunaan pakaian dinas harian yang ditetapkan pada 23 Januari 2013. Instruksi Gubernur ini merupakan perubahan atas Peraturan Gubernur 209/2012 yang mengharuskan PNS memakai baju Betawi setiap Rabu.
Langkah Jokowi, panggilan akrabnya, untuk melestarikan budaya Betawi patut diapresiasi. Dengan demikian Jakarta akan menjadi sebuah kota metropolitan yang kental dengan budaya nusantara.
Pengaruh budaya Arab dan China mendominasi pakaian tradisional Betawi yang biasa dikenakan untuk mengaji atau sekedar bersantai.

Berikut adalah penjelasan tentang tata cara berbusana Betawi dalam kehidupan sehari-hari.

Pakaian Pria (Sadariah):

Baju Koko
Umumnya, pria Betawi mengenakan kemeja putih, atau baju koko. Baju koko berlengan panjang dan tanpa kerah jamaknya dipakai pria untuk keperluan mengaji atau ketika mengikuti pengajian di masjid. Warna putih memberikan kesan bersih dan rapi.

Sarung
Sarung seringkali disandarkan pada bahu para pria Betawi. Islam memiliki pengaruh kuat pada budaya Betawi, termasuk dalam berbusana. Sarung pun digunakan selain untuk melaksanakan sholat, juga digunakan sebagai senjata bagi pria ketika berhadapan dengan musuh. Seperti diketahui, kebanyakan warga Betawi mampu bertarung dengan keahlian pencak silat di atas rata-rata.

Kopiah/Peci
Pengaruh Islam sekali lagi memegang peranan penting dalam pakaian Betawi. Kopiah yang digunakan sebagai penutup kepala, selain untuk keperluan sholat, juga sering dikenakan dalam jamuan resmi tingkat nasional.

Celana Batik
Celana batik biasanya berpotongan komprang, tidak mengepas di badan. Maka kadang disebut "celana komprang". Dengan bahan batik yang ringan, celana komprang jadi mudah digunakan dan nyaman dipakai.

Sandal Jepit Kulit
Warga Betawi menyebutnya sandal trompah. Menurut tradisi yang sudah turun temurun, sandal jepit kulit ini hanya dipakai untuk bepergian pada acara non-formal. Sandal trompah juga nyaman digunakan untuk pergi sembahyang dan mengaji ke masjid.


Pakaian Perempuan (Kebaya Encim):

Kebaya Encim
Budaya China juga memainkan peran penting dalam desain kebaya yang digunakan perempuan Betawi. Oleh karena itu dinamakan "kebaya encim". Tampak depan kebaya dan sisi lengannya bermotif bunga. Panjang kebaya dipaskan hanya mencapai pinggul agar mencerminkan keindahan tubuh si pemakai. Bahannya terbuat dari sifon atau katun halus yang menyerap keringat. Warna kebaya encim umumnya cerah agar menggambarkan keceriaan pribadi masyarakat Betawi.

Sarung Batik
Meski motifnya bisa apa saja, kebanyakan perempuan Betawi memilih pucuk rebung untuk sarung. Diutamakan untuk tidak memakai batik dari Pekalongan yang bermotif tumpal atau tumpuk. Warna sarung biasanya cerah dan dipadankan dengan kebaya encim.

Kutang Nenek
Fungsi utama kutang nenek adalah sebagai pakaian dalam. Karena kebanyakan kebaya encim berwarna cerah dan berbahan halus, kutang nenek diharapkan dapat digunakan sebagai kain tembus pandang untuk menjaga kesopanan.

Selop
Layaknya alas kaki, selop dipakai untuk tidak mengotori telapak kaki. Normalnya, selop yang digunakan bertumit rendah sehingga si pemakai dapat mudah berjalan. Bahan selop terbuat dari kain yang ringan seperti beludru.

Selendang
Selendang terbuat dari bahan sifon polos dan warnanya disesuaikan dengan warna kebaya. Sejarahnya, selendang digunakan bila si pemakai akan pergi mengaji ke masjid.

Konde Cepol
Rambut perempuan Betawi pada umumnya dikonde. Ukuran konde tidak terlalu besar -- hanya segenggam tangan -- agar tampak indah. Letaknya kira-kira tujuh jari di atas tengkuk. Anak rambut dibiarkan terurai di bawah konde dan anak rambut di dahi dibiarkan tergerai untuk menciptakan kesan natural.


Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar