Pemprov
 dan DPRD DKI Jakarta rupanya menghadapi kesulitan untuk memberi 
nama-nama pahlawan nasional pada jalan-jalan utama Jakarta. Seperti nama
 Harmoni, yang dikenal selama ratusan tahun, diganti jadi Jl Majapahit. 
Boplo di kawasan Menteng/Cikini yang berasal dari nama NV De Bouwploeg, sebuah perusahaan real estate yang membangun kawasan Menteng tahun 192-1930-an diganti jadi Jl RP Panji Suroso. Nama Kampung Sawah Besar yang hampir seusia kota Jakarta diganti jadi Jl Samanhudi, Jakarta Pusat.
Boplo di kawasan Menteng/Cikini yang berasal dari nama NV De Bouwploeg, sebuah perusahaan real estate yang membangun kawasan Menteng tahun 192-1930-an diganti jadi Jl RP Panji Suroso. Nama Kampung Sawah Besar yang hampir seusia kota Jakarta diganti jadi Jl Samanhudi, Jakarta Pusat.
Hampir bersamaan dengan itu hilang pula Kampung Jaga Monyet di kawasan antara Harmoni dan Petojo. Kini jadi Jl Sukardjo Wiryopranoto. Banyak yang tidak kenal siapa tokoh yang dijadikan nama jalan yang menghubungkan Jakarta Barat dan Jakarta Pusat ini. Padahal Jaga Monyet sudah ada sejak zaman VOC.
Saat
 Batavia sering diserang gerilyawan Islam Banten dari arah Grogol dan 
Tangerang, maka Belanda membangun benteng. Karena lebih sering 
menghadapi monyet-monyet yang berkeliaran, katimbang musuh, maka tempat 
penjagaan itu dinamai Jaga Monyet. Sekaligus jadi nama kampung di 
sekitarnya.
Ada
 lagi nama tempat di Jakarta yang sudah berusia ratusan tahun, yakni 
Pal Meriam. Terletak di antara prapatan Matraman dan Jatinegara. Asal 
usul nama tempat ini tahun 1813. Pada waktu itu terjadi pertempuran 
sengit antara pasukan artileri meriam Inggris dengan pasukan 
Belanda/Prancis. Pasukan meriam Inggris disiapkan di daerah ini untuk 
melakukan penyerangan ke kota Batavia. Peristiwa tersebut sangat 
terkesan bagi masyarakat sehingga disebut Pal Meriam.
Versi
 lain menyebutkan, ketika ketika Gubernur Jenderal Daendels membuka jalan Anyer (Banten) - Panarukan (Jatim) sejauh 1000 km, daerah pal 
mariam ini merupakan rute jalan trans Jawa tersebut. Di lokasi pal 
meriam di pasang patok jalan yang terbuat dari meriam yang tidak 
terpakai. Masyarakat yang melihat meriam tersebut sebagai patok jalan 
menyebut daerah itu Pal Meriam. Sayang nama bersejarah ini diganti 
dengan Jl KH Ahmad Dachlan. Padahal nama ini sudah banyak diabadikan 
untuk nama jalan di Jakarta. 
Di
 dekat Pal Meriam, terdapat kampung Solitude, yang juga penduduknya 
kebanyakan warga Betawi. Solitude berasal dari kata bahasa Inggris yang 
berarti 'kesunyian'. Karena kala itu banyak anggota tentara Inggris yang
 mati ketika menggempur Batavia. Mayatnya bergeletakan di rawa-rawa. 
Hingga dinamakan Rawa Bangke. Entah kenapa nama yang punya sejarah kota 
Jakarta diganti jadi Rawa Bunga. 
Kalau
 kita ke Jakarta Kota, di wilayah Kelurahan Roa Malaka, Kecamatan 
Tambora, terletak Jalan Tiang Bendera. Nama ini berasal dari bendera 
yang sehari-hari terpancang di depan rumah Kapiten Cina pada pertengahan abad ke-18. Mulai 1743, tiap tanggal 1 penanggalan Masehi, pada tiang 
bendera di rumah tersebut dikibarkan bendera. Maksudnya untuk 
mengingatkan masyarakat Tionghoa untuk membayar pajak kepala, sewa rumah
 dan berbagai pajak lainnya. Bagi orang Cina di Batavia, tanggal 1 
setiap bulan disebut dag der vlaghijsching (hari pengibaran bendera).
Mungkin
 banyak yang ingin tahu asal nama Kampung Petamburan, yang merupakan 
tetangga dari pusat pertokoan dan pebelanjaan Tanah Abang, Jakarta 
Pusat. Pada masa lalu rumah penduduk masih jarang dan banyak tumbuh 
pohon jati disekitarnya. Suatu ketika di daerah ini meninggal seorang 
penabuh tambur. Ia kemudian dimakamkan di bawah pohon jati, sehingga 
jadilah nama kampung Jatipetamburan.
Pejambon
 terkenal karena terletak Departemen Luar Negeri. Di sebelahnya, yang 
merupakan bagian dari Deplu (kini disebut Gedung Pancasila), tempat 
sidang Volksraad (parlemen Belanda berlangsung) . Di tempat inilah Bung 
Karno berpidato pada 1 Juni 1945 dan dikenal dengan hari kelahiran 
Pancasila. Sehari setelah kemerdekaan -- 18 Agustus 1945 -- Soekarno dan
 Hatta dilantik sebagai presiden dan wakil presiden. Pada waktu 
bersamaan disahkan UUD 1945.
Kampung
 Pejambon baru ada sejak Daendels membuka daerah ini dengan sebutan 
Weltevreden. Kata 'pejambon' berasal dari kata 'penjaga Ambon'. 
Penjagaan tersebut berada di sebuah jembatan yang melintasi kali 
Ciliwung dan penjaganya orang Ambon. Pejambon juga tempat tinggal Nyai 
Dasima ketika dia menjadi nyai (istri piaraan) tuan Willem, seorang 
pembesar Inggris. Dia kemudian menjadi istri Samiun, tukang sado dari 
Kwitang dan dibunuh oleh Bang Puase, jagoan Kwitang, atas perintah 
Hayati, istri tua Samiun.
Kawasan
 Pluit di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dikenal dengan perumahan 
mewahnya, yang hanya dapat dibeli oleh orang-orang yang benar-benar 
tajir. Banyak pedagang di Glodok yang omzetnya miliaran rupiah per hari 
memiliki perumahan di Pluit, di samping perumahan mewah lainnya. Menurut
 peta Topographish Bureau Batavia (1903), sebutan bagi kawasan ini 
adalah Fluit. Lengkapnya Fluit Muarabaru. Menurut kamus Belanda 
Indonesia (Wojowasito), fluit berarti suling, bunyi suling dan roti 
panjang sempit.
Rupanya
 nama kawasan itu tidak ada hubungannya dengan sulit, atau pluit, 
semacam pluit wasit sepakbola atau polisi. Ternyata nama kawasan 
tersebut berasal dari fluit, lengkapnya fluitschip yang berarti kapal 
(layar) panjang berlunas ramping.
Sekitar
 1660 di pantai sebelah timur muara Kali Angke diletakkan sebuah 
fluitschip, bernama Het Whitte Paert, yang sudah tidak laik laut. 
Dijadikan kubu pertahanan untuk membantu Benteng Vijfhoek di pinggir 
Kali Grogol, sebelah timur Kali Angke, dalam rangka menanggulangi 
serangan-serangan sporadis pasukan Banten. Kubu tersebut kemudian 
dikenal dengan sebutan De Fluit, yang kemudian jadi Pluit hingga 
sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar