24 April 2013

Tari Cokek


Jenis kesenian Betawi dengan iringan gambang kromong. Kata cokek berasal dari bahasa Cina, cukin, yaitu selendang yang panjangnya kurang dari satu meter yang dipakai oleh para penari wanita untuk menggaet pasangannya. Berdasarkan beberapa keterangan, tari Cokek dahulu dikembangkan oleh para tuan tanah Cina dan sampai menjelang PD II kelompok tari ini masih dimiliki oleh orang-orang Cina peranakan. Ada pula yang mengartikan 'cokek' sebagai "penyanyi yang merangkap penari" dan biasanya cokek dipanggil untuk memeriahkan suatu hajatan, saat kenduri, atau perayaan. Para cokek disamping menyemarakkan suasana pesta dengan nyanyian dan tarian, mereka juga membantu para tamu dalam perjamuan, misalnya menuangkan minuman, menambah nasi atau lauk-pauk dengan sikap luwes.
Pada perkembangan selanjutnya, cokek diartikan sebagai tarian pergaulan yang diiringi oleh orkes gambang kromong dengan penari-penari wanita yang disebut "wayang cokek" dengan mendapat imbalan uang. Para tamu diberi kesempatan untuk ikut menari bersama, berpasangan dengan para cokek. Orang Betawi menyebutnya "ngibing cokek". Selama ngibing, biasanya mereka juga sambil minum-minuman keras untuk menambah semangat menari.
Sebelum dimulai, lebih dahulu disajikan wawayangan, di mana para penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kramong. Tangannya merentang setinggi bahu mengikuti gerakan kaki. Setelah itu, para penari mengajak para penonton untuk menari bersama. Caranya yaitu dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila tamu yang diserahi selendang bersedia menari, mulailah penari dan tamu itu ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasangan berhadapan dengan jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya, pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa, pasangan-pasangan itu dapat melakukan gerakan memutar. Setelah selesai ngibing, para pengibing pria memberi imbalan uang kepada penari cokek.
Tarian cokek berpasangan menampilkan gerak-gerak lucu, yaitu saling memegang dagu, memegang telinga, memegang bahu dan saling menunjuk hidung. Gerak-gerak humor tersebut dilakukan sambil goyang pinggul secara bergantian dan menurun berangsur-angsur hingga mendekati tanah. Susunan geraknya adalah lenggang, mincid, obah taktak, baplang, kedet dan goyang pinggul serta cindek, walaupun tarian itu sebenarnya berasal dari tarian Cina, namun tampak banyak dipengaruhi gerak tari Sunda. Penari wanita mengenakan sanggul, baju singhay, kain batik, kebaya pendek, selendang cukin, ikat pinggang dan selop. Perhiasannya berupa pita, tusuk sanggul, kalung, giwang, gelang serta cincin. Sedangkan pakaian penari laki-laki terdiri atas peci, kemeja polos, kain sarung, kemeja batik, celana pangsi serta jam tangan. Warna pakaian yang dikenakan bisa warna kontras atau serasi.
Busana para penari cokek berupa baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutra berwarna mencolok, seperti merah menyala, hijau ungu, kuning, dan sebagainya. Di ujung sebelah bawah celana biasanya diberi hiasan dengan kain yang serasi. Selembar selendang panjang terikat di pinggang dengan kedua ujungnya terjurai ke bawah. Rambut penari tersisir rapi ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan dengan bentuk yang tidak terlalu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang. Kemudian diberi hiasan benang wol yang dikepang atau dirajut, yang menurut istilah setempat disebut 'burung hong'. Istilah burung hong diperkirakan berasal dari pembasteran kata feng huang yang berasal dari bahasa Hakka, Cina daratan. Feng huang adalah burung mitologis, semacam burung pheonix yang dipercaya sebagai burung pembawa keberuntungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar