19 April 2013

Biografi Husein Mutahar


Nama : Husein Mutahar

Lahir : Semarang, 5 Agustus 1916

SEKOLAH:

  • ELS (Europese Lagere School) (SD Eropa 7 tahun), merangkap mengaji/membaca Al-Quran pada guru wanita, Encik Nur.
  • MULO (Meer Uitgebreid Lager Ondewwijs) atau SMP 3 tahun di Semarang, merangkap mengaji pada Kiai Saleh.
  • MS (Algemeen Midelbare School) atau SMA, jurusan Sastra Timur, khusus bahasa Melayu, di Yogyakarta.
  • Universitas Gajah Mada, Jurusan Hukum merangkap Jurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di Yogyakarta (sesudah 2 tahun drop out karena perjuangan).
  • Semua Kursus/Training Pemimpin Pandu di Indonesia dan di London.
  • Training School Diplomatic and Consulair Affairs di Nederland.
  • Training School Diplomatic and Consulair Affairs di kantor PBB (United Nation Organization/UNO), New York. 



PEKERJAAN :

  • Guru Bahasa Belanda di SD swasta Islam di Pekalongan.
  • Wartawan berita kota, surat kabar Belanda "Het Noor­den" di Semarang, 1938.
  • Klerk di Cosultatie Bureau der Afdeling Nijverheid voor Noord Midden Java, Departement Ekonomische Zaken, 1939-1942.
  • Sekretaris Keizai Bucho (Kepala Bagian Ekonomi) Kantor Gubernur Jawa Tengah, 1943.
  • Pegawai Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api Jawa Tengah Utara) di Semarang, 1943-1948.
  • Sekretaris Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia, 1945-1946.
  • Ajudan III, kemudian Ajudan II Presiden Republik Indonesia, 1946-1948.
  • Pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 1969-1979.
  • Diperbantukan pada Departemen Pendidikan dan Kebu­dayaan sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pra­muka (Dirjen Udaka) Departemen P&K, 1966-1968.
  • Diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia pada Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973.
  • Direktur Protokol Departemen Luar Negeri merangkap Protokol Negara, 1973-1974
  • InspekturJenderal Departemen Luar Negeri dan se­la­ma 16 bulan, merangkap Direktur Protokol dan Konsu­ler Departemen Luar Negeri, merangkap Kepala Protokol Negara, 1974.
  • Pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil, golongan IVe.



PERGERAKAN:

  • Pemimpin Pandu dan Pembina Pramuka, 1934-1969
  • Anggota Partai Politik, 1938-1942
  • Kepala Sekolah Musik di Semarang, se­bagai tempat penanaman, penye­bar­an, dan pengobaran semangat ke­bangsaan Indonesia, sebagai gerakan melawan penyebaran semangat Je­pang dan bungkus gerakan subversi lawan Jepang, 1942-1945
  • Anggota AMKRI (Angkatan Muda Ke­reta Api Indonesia) di Semarang, 1945.
  • Anggota BPRI (Badan Pemberontak Rakyat Indonesia) Jawa Tengah, 1945.
  • Anggota redaksi majalah ”Revolusi Pe­muda”, 1945-1946.
  • Gerilya, 1948-1949
  • Ikut mendirikan dan bergerak sebagai pemimpin Pandu serta kemudian menjadi anggota Kwartir Besar Or­ga­nisasi Persatuan dan Kesatuan Kepanduan Nasional Indonesia ”Pandu Rakyat Indonesia”, 28-12-1945 s.d. 20-5-1961.
  • Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pra­muka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Ge­rak­an Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Lati­h­an,1961-1969.
  • Sekretaris Jenderal Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, 1973-1978, dan anggota biasa, 1978-2004.
  • Alumni Penataran P-4 Tingkat Nasional XIX,1980.
  • Ketua Umum organisasi sosial di bidang pendidikan ”Parani Dharmabakti Indonesia” (PADI), 1987–2004.
  • Ketua Dewan Pengawas ”Yayasan Idayu”. 



HOBI:

  • Seni Suara
  • Studi Agama Islam dan perbandingan agama-agama serta organisasi kerohanian, baik di dunia Timur maupun Barat. 



KELUARGA:

  • Tidak menikah, namun mempunyai 8 anak semang (6 laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian merupakan ”se­rahan” dari ibu mereka —yang janda— atau bapak me­reka —beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Ada pula bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknya untuk diakui sebagai anak sendiri. Semua sudah beru­mah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8 perempuan). 



MENINGGAL DUNIA:

  • Hari Rabu, 9 Juni 2004, pukul 16.30 WIB, dalam usia 87 ta­hun di Jln. Damai No.20 Cipete, Jakarta Selatan. Dima­kamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Ja­kar­ta Selatan. Sebetulnya, beliau berhak dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki tanda kehormatan ”Mahaputera” atas jasa menyelamatkan bendera pusaka Merah Putih dan ”Bintang Gerilya” atas jasanya ikut perang gerilya tahun 1948-1949. Tetapi, beliau tidak mau, bahkan mengurus hal itu kepada pengacara dengan membuat surat wasiat.


Sumber: Drs.H.Idik Sulaeman, AT, Booklet Paskibraka 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar