27 Juni 2013

Metode dan Teknik Pembelajaran dalam Proses Pelatihan Paskibra Sekolah dan Paskibraka

PENDAHULUAN 
       Dewasa ini nasionalisme dan karaktek menjadi topik utama yang diperbincangkan dalam forum-forum nasional, mengingat saat ini rasa nasionalisme di kalangan generasi muda suah mulai mengalami kemunduran, generasi muda sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang sangat jauh dari kesan cinta tanah air, gaya hidup denisme menjangkit hampir seluruh generasi muda, pergaulan yang tidak sehat serta gaya westernisasi yang kental terlihat dari perilaku mereka sehari-hari. Demikian pula dengan permasalahan karakter bangsa yang semakin lama semakin kabur tertutup oleh semakin merajalelanya perilaku KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dari tingkat pelajar sampai pejabat.
       Kondisi di atas mengundang keprihatinan banyak pihak untuk bagaimana mengatasi hal ini agar tidak semakin bertambah parah di kemudian hari. Berbagai model pendidikan untuk membagun karakter bangsa tengah dikembangkan oleh berbagai institusi pendidikan dalam lingkup pendidikan tinggi dengan harapan generasi yang akan datang dapat menjadi bangsa yang berkarakter dan tentunya memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi.
Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan dikembangkannya model-model pendidikan karakter dan nasionalisme dalam organisasi kepemudaan, antara lain melalui pendidikan di Paskibra, baik itu di Paskibra Sekolah dan Paskibraka (Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional). Namun apakah selama ini model pembelajaran dalam kepelatihan di lingkungan PS dan Paskibraka sudah sesuai dengan ketentuan untuk mampu membangun karakter dan meningkatkan rasa nasionalisme? Pertanyaan itu yang harus kita jawab bersama.


PEMBAHASAN
A. Hakekat Pendidikan Karakter dalam Sistem Kepelatihan Paskibra(ka)
       Karakter tidak berasal dari dalam individu, tetapi konteks eksternal dimana kita menyesuaikan perilaku. Peraturan menentukan perilaku kita dan bukan sebaliknya. Durkheim menunjukkan bahwa kontrol rasionalitas ilmu pengetahuan terhadap perilaku kita dengan cara yang mirip seperti karakter mempengaruhi perilaku kita.
Keteraturan dan otoritas adalah pusat dalam pandangan karakter Durkheim. Keteraturan adalah keteraturan menegakkan aturan-aturan perilaku yang pada gilirannya mengembangkan pribadi dan karakter. Otoritas mengacu pada gagasan bahwa kita bertindak secara moral bukan karena beberapa prinsip internal, tapi karena ada beberapa pengaruh kuat pada otoritas yang mendikte itu. Dengan kata lain, kita mematuhi aturan moral karena mereka tidak meninggalkan ruang untuk mengelakan, otoritas menuntut agar kita mematuhi mereka.
       Keteraturan dan otoritas adalah aspek disiplin yang merupakan konsep yang lebih komprehensif. Disiplin tidak muncul tanpa otoritas-otoritas yang mengatur, oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa elemen dasar moralitas dan karakter adalah semangat disiplin
       Durkheim percaya bahwa aspek paling penting dari moralitas dan karakter adalah kemampuan untuk menahan diri atau hambatan yang memungkinkan kita untuk manahan hasrat, kebiasaan dan tunduk pada hukum. Pendidikan harus mengajarkan anak-anak untuk menahan dan mengendalikan diri. Disiplin eksternal adalah landasan dari posisi transmisi budaya.
Pendidikan di Paskibra selama ini sangat dikenal dengan sistem kedisiplinan yang merupakan cikal bakal dari terbentuknya karakter, sehingga untuk mempertahankan persepsi tersebut, semua pihak yang terlibat dalam pendidikan Paskibra (Paskibra Sekolah dan Paskibraka) harus mendukung dan mempertahankan eksistensi kediplinan tersebut terlebih oleh pelatihnya. Pelatih sebagai pendidik dalam pendidikan karakter dipandang sebagai figur sentral yang mampu memberikan tekanan, teladan dan dorongan dalam menciptakan dan mempertahankan iklim kedisiplinan dalam pendidikan Paskibra. Dalam konteks tersebut, seorang pelatih dituntut harus menguasai berbagai macam motode dan teknik pembelajaran dan pelatihan sehingga fungsinya tidak hanya sebagai pelatih namun juga sebagai pendidik, mengingat tugas penting dari pendidikan di Paskibra tidak hanya memberikan kemampuan dan keterampilan eksternal berupa baris-berbaris namun lebih luas dari itu hanya mampu menjamah ranah perilaku yang bersumber pada penguatan karakter.

B. Hakekat Peserta Didik
       Sebelum melangkah pada kajian pembelajaran dalam pelatihan, alangkah baiknya jika terlebih dahulu para pelatih mengenai karakteristik peserta didik yang akan dijadikan sebagai subyek pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan hakekat peserta didik sebagai subyek belajar, antara lain sebagai berikut :
  • Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya ;
  • Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu ;
  • Manusia mampu mengarahkan dirinya pada tujuan yang positif, mampu mengatur dan mengendalikan dirinya dan mampu menentukan nasibnya sendiri ;
  • Manusia pada hakikatnya dalam proses "menjadi", akan berkembang terus ;
  • Dalam dinamika kehidupan individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik ;
  • Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan, tetapi potensi itu bersifat terbatas ;
  • Manusia adalah makhluk Tuhan yang sekaligus mengandung kemungkinan "baik" dan "buruk" ;
  • Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku itu merupakan kemampuan yang dipelajari.  
       Dengan pemahaman yang baik akan karakteristik peserta didik di atas, diharapkan para pelatih dapat melakukan perencanaan, melaksanakan dan juga melakukan evaluasi pembelajaran dalam kegiatan pelatihan sesuai dengan karakteristik yang melekat pada diri mereka. Pengetahuan tentang hakekat peserta didik akan meningkatkan wawasan dan juga memberikan pertimbangan pada seorang pelatih untuk menentukan strategi paling tepat digunakan dalam proses pembelajaran sehingga prosesnya menjadi lebih efektif dan efisien serta terkendali secara emosional dan psikologis.

C. Perencanaan Pembelajaran
       Terdapat beberapa unsur penting dalam proses perencanaan pembelajaran antara lain : peserta didik, metode, tujuan dan evaluasi. Keempat unsur dasar tersebut kemudian dikembangkan menjadi 10 unsur dasar dalam perencanaan pembelajaran yang komprehensif :
  1. Identifikasi kebutuhan belajar untuk menyatakan tujuan, kendala serta prioritas yang harus diketahui ;
  2. Menentukan pokok bahasan dan tugas untuk dilaksanakan serta menunjukkan tujuan umum yang hendak dicapai ;
  3. Menidentifikasi beberapa peserta didik yang harus mendapat perhatian khusus ;
  4. Menentukan isi pembelajaran serta menguraikan tugas-tugas yang relevan dengan tujuan ;
  5. Menentukan tujuan khusus dalam setiap sesi pembelajaran ;
  6. Merencanakan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan ;
  7. Menentukan media yang tepat ;
  8. Menentukan kegiatan tambahan untuk memberikan perlakuan pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar ;
  9. Menentukan jenis evaluasi pembelajaran ;
  10. Melakukan evaluasi hasil belajar dan proses belajar
       Langkah awal adalah menentukan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam sebuah proses pembelajaran, penentuan tujuan ini sangat berkait erat dengan materi yang akan disampaikan. Tujuan umum adalah hasil akhir yang hendak dicapai dalam suatu rangkaian pembelajaran, sedangkan tujuan khusus adalah hasil akhir yang hendak dicapai dalam satu proses pembelajaran. Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat diamati (observable) yang dapat diukur (measurable), karena tujuan merupakan bahan dasar untuk evaluasi.
Contoh :
Tujuan Umum : 
Peserta didik mampu melakukan proses penaikkan bendera dengan baik
Tujuan Khusus :
  • Peserta didik mampu menaikkan bendera tepat bersamaan dengan berhentinya lagu Indonesia Raya
  • Peserta didik melakukan rangkaian kegiatan 5 dasar LKBB dalam proses penaikkan bendera dengan baik dan benar.

D. Teknik-Teknik Pembelajaran
       Dalam kegiatan pembelajaran dikenal istilah aktivitas pembelajaran, beberapa jenis aktivitas belajar yang sangat relevan dalam pelatihan Paskibra antara lain :
  • Visual activities : membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan dan mengamati kegiatan orang lain ;
  • Oral activities : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi ; 
  • Listening activities ; mendengarkan uraian percakapan, diskusi, musik atau pidato ;
  • Writing activities : menulis cerita, karangan, laporan, angket, dll ;
  • Drawing activities : menggambar, membuat grafik, peta, diagram ;
  • Motor activies : melakukan percobaan, membuat konstruksi ;
  • Mental activities : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan ;
  • Emotional activities : menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
       Dalam praktek pembelajaran, beberapa teknik yang dapat diterapkan khususnya dalam pelatihan Paskibra adalah teknik ceramah, diskusi, simulasi, praktek lapangan. Yang dimaksud metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada peserta didik atau khalayak ramai. 
       Adapun menurut M.Basyiruddin Usman yang dimaksud dengan metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim disampaikan oleh para pendidik dalam kegiatan pendidikan. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh pendidik bilamana diperlukan. Pengertian senada juga diberikan oleh Mahfud Sholahuddin, dkk bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran secara lisan oleh pendidik di depan kelas atau kelompok. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara belajar mengajar yang menekankan pada pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar.  
       Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan metode diskusi adalah cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar pikiran antara murid dengan pendidik, murid dengan murid sebagai peserta diskusi. Namun tidak semua kegiatan bertukar pikiran dapat dikatakan berdiskusi. Menurut Maidar G.Arsjad dan Mukti U.S. diskusi pada dasarnya adalah suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Sedangkan menurut Zuhairini, dkk yang dimaksud dengan metode diskusi adalah suatu suatu metode di dalam mempelajari bahan atau menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid.
       Metode praktek lapangan, menitikberatkan pada kegiatan untuk melakukan pengamatan, percobaan, pengumpulan data yang dilakukan di laboratorium atau di tempat lain yang disamakan dengan laboratorium atau workshop. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapa dilakukan secara langsung pada obyek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat. Teknik lainnya yang sejalan dengan simulasi adalah role playing simulation game.   

E. Evaluasi Pembelajaran
       Evaluasi adalah proses untuk menentukan nilai atau harga dari sebuah program, kursus atau prakarsa lainnya menuju pada tujuan akhir, yaitu menghasilkan keputusan mengenai penerimaan, penolakan atau perbaikan inovasi. Berbeda dengan assessment atau penilaian, yang meliputi metode yang mengukur atau menguji kinerja dalam suatu kompetensi. Evaluasi adalah istilah yang lebih menyeluruh, sering menggunakan data penilaian sebagai tambahan terhadap jenis data lainnya yang dijadikan sumber.    
       Tujuan evaluasi program berfungsi sebagai pengarah kegiatan evaluasi dan sebagai acuan untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas kegiatan evaluasi program. Evaluasi pada umumnya berkaitan dengan upaya pengumpulan, pengolahan, analisis, deskripsi dan penyajian data atau informasi sebagai masukan untuk pengambilan keputusan (decision making). Berkaitan dengan tujuan evaluasi, adapun tujuan penilaian sebagai berikut :
  • Memberi masukan untuk perencanaan program pembelajaran ;
  • Memberi masukan untuk keputusan tentang kelanjutan, perluasan dan penghentian program pembelajaran ;
  • Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembelajaran.  
Ada dua jenis evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif menyediakan informasi untuk meningkatkan atau memperbaiki produk atau proses, sedangkan evaluasi sumatif menyediakan efektivitas jangka pendek atau informasi dampak jangka panjang untuk menentukan apakah akan mengadopsi atau tidak suatu produk atau proses. Evaluasi sumatif akan muncul jika suatu cara baru telah dilakukan atau diimplementasikan secara penuh dalam beberapa waktu. Scriven adalah orang pertama yang membedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan. Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
       Kriteria yang akan dipakai untuk menilai obyek evaluasi merupakan tujuan yang paling sulit dalam evaluasi. Apabila yang diacu hanya pencapaian tujuan, maka ini memang pekerjaan yang mudah, namun ini baru pada sebagian daripada isu kriteria evaluasi. Pencapaian tujuan-tujuan yang penting memang merupakan salah satu kriteria yang penting. Kriteria lainnya, yaitu identifikasi kebutuhan dari klien yang potensial, nilai-nilai sosial, mutu dan efisiensi dibandingkan dengan obyek-obyek alternatif lainnya. Tampaknya ada persetujuan diantara ahli evaluasi bahwa kriteria yang dipakai untuk menilai suatu obyek tertentu hendaknya ditentukan dalam konteks obyek tertentu dan fungsi evaluasinya. Jadi hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kriteria-kriteria penilaian suatu obyek adalah :
a. Kebutuhan, ideal dan nilai-nilai ;
b. Penggunaan yang optimal dari sumber-sumber dan kesempatan ;
c. Ketepatan efektivitas program ;
d. Pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dan tujuan penting lainnya.

F. Reward and Punishment dalam Pembelajaran
       Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai keterkaitan teori Emile Durkheime tentang teori moralitas dalam dunia pendidikan ditandai dengan pemberlakuan reward and punisment dalam sistem pendidikan. Durkheime menyatakan bahwa hukuman memiliki peran dalam mempertahankan disiplin, meskipun tidak sebagai sentral otoritas interpersonal pendidik. Fungsi hukuman adalah untuk menunjukkan ketidaksetujuan karena mencela atau melanggar aturan pendidikan. Esensi dari hukuman adalah untuk menciptakan perasaan menyalahkan yang memperkuat rasa kewajiban peserta didik. Durkheime sangat menentang hukuman fisik karena ada cara yang lebih baik melalui cara agar peserta didik merasa disalahkan atau ditolak. Durkheime menegaskan bahwa imbalan harus memainkan peran yang lebih rendah dalam pendidikan moral daripada hukuman dan bahwa imbalan harus digunakan untuk merangsang prestasi akademik daripada untuk membangun karakter moral.
       Fungsi penting lainnya dalam konsepsi Durkheime, program pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan empati atau altruisme, melalui meniru perilaku orang dewasa dan melalui pembinaan identifikasi sosial atau peralatan dalam lingkungan pendidikan. Menurut Durkheime, pendidik harus mengambil setiap kesempatan untuk mengembangkan perasaan umum dalam kelas. Mereka dapat menggunakan imbalan dan hukuman kolektif di dalam kelompok sebagai penghargaan atau sebagai hukuman atas pelanggaran yang telah dilakukan. Dengan kata lain, pendidik harus mengembangkan rasa kesatuan dalam setiap kelas/kelompok untuk lebih memperkuat perasaan peserta didik, ikatan satu sama lain dan dengan lingkungan pendidikan.  


MATERI-MATERI POKOK DALAM PELATIHAN :
  1. Kepaskibraan
  2. Kepemimpinan
  3. Peraturan Baris Berbaris (PBB)
  4. Sikap mental dan etika Paskibra
  5. Menuju generasi muda yang beriman dan bertaqwa
  6. Wawasan Kebangsaan (NKRI) 
  7. Makna dan arti lagu kebangsaan Indonesia Raya
  8. Makna bendera merah putih
  9. Bimbingan menuju dewasa
  10. Cara hidup dan berpikir positif
  11. Generasi muda teladan
  12. Kreasi seni
  13. Penyuluhan penyalahgunaan NAPZA
  14. Problema generasi muda dalam era globalisasi
  15. Latihan diskusi / musyawarah
  16. Bagi Bagi Ilmu (BBI)
  17. Praktek pengibaran bendera
  18. Cara pelipatan bendera
  19. Kunjungan ke tempat bersejarah dan rekreasi
  20. Kunjungan ke instansi pemerintahan
  21. Bakti masyarakat

PENUTUP
       Pendidikan di lingkungan Paskibra harus memiliki perbedaan dengan model pendidikan di lingkungan lainnya terutama dalam tingkatan sekolah tertentu, dimana pengembangan generasi muda yang berbasis pada pengembangan karakter bangsa memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan jenis pendidikan lainnya. Disiplin merupakan kunci utama dalam pendidikan Paskibra, tidak hanya berlaku bagi peserta didik, namun juga berlaku bagi para pendidiknya, karena pada hakikatnya seorang pendidik dalam pendidikan karakter merupakan figur sentral dalam trasfer pengetahuan, nilai (value) dan juga budaya pada peserta didik, sehingga diharapkan dengan figur pendidik yang berkarakter, tujuan untuk membangun Paskibra (Paskibra Sekolah maupun Paskibraka) berkarakter dapat tercapai dan dikemudian hari figur-figur eks Paskibra dapat dijadikan sebagai teladan bagi teman-teman mereka, tidak lagi menjadi bahan olakan karena mental mereka yang lemah dan tidak berwibawa di mata teman mereka yang lain.           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar